dc.contributor.author |
Abri, Abri |
|
dc.contributor.author |
Christine, Aylee |
|
dc.date.accessioned |
2023-04-12T04:10:39Z |
|
dc.date.available |
2023-04-12T04:10:39Z |
|
dc.date.issued |
2015-12-23 |
|
dc.identifier.issn |
2477-4979 |
|
dc.identifier.uri |
http://localhost:8080/xmlui/handle/123456789/5943 |
|
dc.description.abstract |
Kabupaten Pinrang merupakan salah satu kabupaten penghasil kakao di Sulawesi Selatan
dengan produksi yang terus mengalami peningkatan. Desa Padaelok merupakan salah satu desa yang
terdapat di Kecamatan Matiro bulu Kabupaten Pinrang yang berjarak 210 dari Kota Makassar. Mata
pencaharian masyarakat di Desa tersebut 85 % menggantungkan hidupnya pada hasil tanaman kakao.
sehingga pada sekitar tahun 90-an setelah dilaporkan hama PBK (penggerek buah kakao) menyerang
desa Padaelok maka sebahagian besar penduduk desa tersebut telah mengalami kesulitan hidup.
Sekitar akhir tahun 2009 pemerintah melaksanakan gerakan nasional (GERNAS) kakao dan tentunya
desa Padaelok juga mendapatkan jatah dari program tersebut. Berkurangnya pendapatan penduduk
akibat merosot tajamnya produksi buah kakao membuat gerakan ini begitu gampang diterima warga.
GERNAS memberi harapan akan menjadi solusi dari minimnya penghasilan produksi kakao.
Penghasilan petani kakao yang menanami lahan seluas satu hektar dulunya dapat menghasilkan buah
kakao senilai 20 juta rupiah, kini diperkirakan satu hektar lahan hanya menghasilkan Rp. 250.000,-.
bahkan merugi. Karena bila dikurangi dengan biaya pupuk dan pemeliharaan lainnya maka hasil
penjualan kakao tersebut akan habis untuk biaya pemeliharaan. Disamping produksinya (bijinya),
Buah kakao memiliki kulit buah yang merupakan salah satu limbah,. apabila tidak dimanfaatkan
dapat merupakan masalah lingkungan di sekitar perkebunan. Limbah kulit buah kakao yang
dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik. Produksi
limbah padat ini mencapai sekitar 60 % dari total produksi buah. Yaitu bobot buah kakao yang
dipanen per ha akan diperoleh 6200 kg kulit buah dan 2178 kg biji basah. Limbah kulit kakao
tersebut sangat berpotensi dikembangkan sebagai biopestisida dan biofertilizer setelah melalui proses
teknologi pengomposan. Metode pelaksanaan IbM ini adalah Penyuluhan , Pelatihan dan Aplikasi.
Hasil yang dicapai adalah Pemanfaatan Kulit buah kakao sebagai pupuk organic cair akan
meningkatkan nilai tambah dan mengurangi pencemaran lingkungan, Pemanfaatan kulit buah kakao
akan meningkatkan produktifitas buah kakao, Produksi buah kakao meningkat akan ketersediaan
pupuk organic cair dan kompos untuk meningkatkan kesuburan lahan perkebunan kakao. Pendapatan
petani meningkat akibat dari meningkatnya produksi kakao dan penjualan pupuk organic cair dan
kompos |
en_US |
dc.publisher |
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Bosowa |
en_US |
dc.subject |
Kulit buah kakao,limbah kakao,kompos, pupuk organik cair |
en_US |
dc.title |
PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KAKAO MENJADI PUPUK ORGANIK CAIR DAN KOMPOS DI KECAMATAN MATTIROBULU KABUPATEN PINRANG |
en_US |
dc.type |
Article |
en_US |