Abstract:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora 1973 terhadap
Perlindungan Hewan Tarsius Fuscus, Tindakan hukum yang akan diberikan
Pemerintah Kabupaten Maros terhadap pelaku yang melakukan perburuan dan
perdagangan hewan tarsius fuscus yang tergolong sebagai satwa dilindungi sesuai
dengan aturan yang berlaku.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian Normatif Empiris
yang berlokasi di Kabupaten Maros dan di Kota Makassar. Teknik pengumpulan data
melalui kepustakaan dan wawancara. Metode dalam menganalisis data yang penulis
gunakan adalah metode kualitatif untuk mengelolah data yang diperoleh dari hasil
penelitian secara jelas dan rinci kemudian dideskrpisikan dalam bentuk skripsi guna
menjawab dan menemukan inti permasalahan yang telah diteliti.
Hasil penelitian Implementasi Convention on International Trades in
Endangered Species of Wild Flora and Fauna 1973 terhadap suaka hewan tarsius
fuscus di TN. Babul Kabupaten Maros telah terimplementasi secara nasional, akan
tetapi implementasi secara nyata di dalam masyarakat masih belum terimplementasi
secara maksimal dikarenakan belum adanya pembentukkan peraturan daerah yang
dijadikan pilar untuk menyentuh masyarakat secara lebih luas. Hal ini berbanding
terbalik dengan Kabupaten Soppeng yang dimana Pemerintah Dearah Soppeng
mengeluarkan Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk pelestarian burung kalelawar. Ini harusnya
menjadi contoh bagi pemerintah Kota/Kabupaten agar bisa lebih tegas dalam
melindungi ekosistem dan lingkungan hidupnya agar tetap terjaga kelestariannya
melalui Peraturan Daerah terlebih di Sulawesi Sealatan/Kabupaten Maros terdapat
banyak jenis satwa liar yang dilindungi.
Tindakan hukum yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Maros terhadap
pelaku perburuan dan perdagangan berupa sanksi pidana lima tahun penjara dan
sanksi administrasi berupa denda atau surat peringatan. Tindakan hukum yang
diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Maros terhadap pelaku perburuan dan
perdagangan terhadap pelaku perburuan dan perdagangan kejahatan terhadap satwa
liar yang dilindungi belum menghasilkan hukuman yang menimbulkan efek jera bagi
pelakunya. Karena hukuman pidananya hanya sampai lima tahun penjara dan untuk
sanksi administrasinya berupa surat peringatan, tentu tidak sebanding untuk dampak
yang akan ditimbulkan oleh pelaku. Jika hal ini masih berlanjut, maka dalam waktu
yang tidak lama satwa liar di Indonesia akan mencapai tahap collapse. hal ini tidak
saja hanya berdampak pada masyarakat Indonesia tetapi juga seluruh dunia.
Kejahatan terhadap satwa liar ini telah menyebabkan kerusakan dalam banyak hal,
termasuk kerusakan ekosistem dan berkurangnya spesies endemik.