Abstract:
Penelitian yang berlokasi di Pulau Kabalutan Kabupaten Tojo Una-una ini
bertujuan untuk mengkaji sejauhmana rencana yang tercantum pada tiga produk/
dokumen rencana tata ruang telah disusun secara terintegrasi, dan dilandasi oleh
kearifan lokal Suku Bajo guna mendukung peningkatan kualitas permukimannya.
Karakteristik Pulau Kabalutan adalah: (a) daratannya tergolong sempit serta
berlereng dominan antara 15 hingga 25%, sehingga sulit dimanfaatkan sebagai
lokasi rumah, (b) struktur tanahnya didominasi oleh batuan gamping/ karts,
sehingga tanaman produktif tidak dapat tumbuh, dan (c) berdekatan dengan
beberapa daratan/ gusung lainnya yang dipisahkan oleh laut dangkal, sehingga
perluasan permukiman dapat dilakukan melalui reklamasi, dan meminimasi
penggunaan material kayu sebagai tonggak rumah. Sedangkan karakteristik Suku
Bajo adalah masih diterapkannya beberapa ritual yang tergolong supranatural
serta berorientasi pada pelestarian laut yang dianggap “saudara”, sehingga
tergolong kearifan lokal yang patut dilestarikan.
Jenis penelitian adalah kualitatif (qualitative research) guna memahami makna
dibalik data-data yang tampak secara kasat mata. Terdapat empat instrumen
pengambilan data yang digunakan, yaitu observasi, pengumpulan data sekunder,
wawancara terstruktur dengan menerapkan purposive sampling, kemudian
dilakukan dokumentasi lapangan. Selanjutnya, diterapkan pula dua instrumen
analisis, yaitu analisis deskriptif kualitatif serta distribusi frekuensi.
Dari tiga variabel kualitas permukiman yang dikemukakan Yunus, H.S.
(2008:288-291), hanya dua variabel yang terbukti di Kabalutan, yaitu penuaan
bangunan serta densifikasi secara tidak terkendali. Satu variabel lainnya tidak
terbukti yaitu penggenangan kronis oleh karena genangan air di permukiman Suku
Bajo merupakan hal yang disengaja, bahkan merupakan satu dari beragam
kearifan lokal Suku Bajo. Selanjutnya, berdasarkan analisis distribusi frekuensi
diketahui terdapat 190 unit rumah hunian (66,43%) dari 286 unit rumah hunian di
daratan serta di perairan laut mengalami taudifikasi bahkan tergolong kumuh.
Sebaliknya yang mengalami taudifikasi namun belum tergolong kumuh berjumlah
96 unit (33,57%). Apabila dirinci menurut letaknya, diketahui 142 unit berada di
daratan, sebaliknya 48 unit berada di perairan laut. Hasil penelitian ini
mengungkapkan bahwa: (a) kualitas permukiman di Pulau Kabalutan tidak
ditentukan oleh integrasi kebijakan spasial sebagaimana tertera didalam tiga
produk/ dokumen rencana tata ruang di Kabupaten Tojo Una-una (RTRW,
RZWP3K dan RDTR), tetapi lebih disebabkan oleh prakarsa Kementerian
Pekerjaan Umum melalui BPTPT Makassar sejak tahun 2009 hingga tahun 2014
untuk melestarikan rumah tradisional guna mewujudkan rumah layak huni dan
terjangkau secara ekonomis, (b) kearifan lokal Suku Bajo belum menjangkau/
mewacana pada kelayakan rumah sebagai tempat tinggal khususnya di daratan,
tetapi selama ini lebih berorientasi pada pelestarian lingkungan hayati secara
bijaksana terutama di bidang kelautan.