Abstract:
Salah satu jenis limbah yang banyak dijumpai adalah styrofoam atau yang lebih
dikenal dengan gabus putih sebagai bahan pembungkus barang-barang elektronik.
Styrofoam biasa ditambahakan kedalam beton agar diperoleh konstruksi yang
lebih ringan sehingga beban pada struktur bawah lebih kecil. Salah satu kendala
dalam pembuatan beton yang menggunakan styrofoam adalah rendahnya nilai
keenceran (slump) campuran beton segar sehingga proses pengerjaan beton
menjadi sulit (workabilitas rendah). Penambahan air pada campuran beton segar
untuk meningkatkan workabilitasnya akan memperbesar factor air semen yang
berdampak pada penurunan kekuatan beton. Oleh karena itu diperlukan bahan
tambah untuk meningkatkan workabilitas beton dengan menggunakan zat aditif
(glenium).
Persentase penggunaan styrofoam pada campuran beton bervariasi yaitu sebesar
10%, 20%,dan 30% dari volume beton. Penetapan persentase styrofoam yang
bervariasi dimaksudkan untuk mengetahui perilaku mekanik beton (kuat tekan)
terbaik dalam campuran beton. Pada penelitian ini tidak dilakukan treatment
khusus pada styrofoam sesuai dengan standar pengujian beton styrofoam sebelum
dapat digunakan/dicampur dengan beton, sebab peneliti ingin menerapkan secara
langsung di lapangan tentang penggunaan styrofoam dalam campuran beton.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penambahan superplasticizer (glenium)
pada beton normal dapat meningkatkan kuat tekan beton sebesar 41,45%, dari
22,51 MPa menjadi 31,84 MPa. Sedangkan kuat tekan beton dengan penambahan
styrofoam sebesar 10%, 20%, 30% berturut-turut adalah 27,64 MPa, 20,09 MPa,
dan 16,20 MPa. Jadi kadar styrofoam yang dibutuhkan untuk memperoleh nilai
kuat tekan f’c 20 MPa yaitu 20%. Pada kondisi ini diperoleh nilai kuat tekan
beton 20,09 MPa