Abstract:
Korupsi sebagai salah satu kejahatan yang bersifat luar biasa (Extra Ordinary Crime) dikarenakan begitu sulit dalam
membuktikan kejahatan tersebut oleh penegak hukum, maka dari itu dibutuhkan kinerja extra untuk memberantas tindak
pidana korupsi tersebut. Olehnya itu, mengenai pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan menggunakan ketentuanketentuan yang ada dalam Undang Undang hal itu diterapkan dalam Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999. Undang
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana beberapa pasalnya menganut
tentang sistem pembuktian terbalik terbatas/berimbang. Pasal pasal yang mengatur tentang sistem pembuktian terbalik lebih
jelas diatur dalam Pasal 12B, 12C, 37A, 38A, dan 38B. Pemberlakuan sistem pembuktian terbalik dalam perkara delik
korupsi terhadap terdakwa meskipun hanya terbatas pada perkara suap (Gratifikasi) di atas Rp. 10 jt. Namun dengan adanya
kewajiban terdakwa untuk membuktikan delik korupsi yang didakwakan kepadanya serta harta benda yang patut diduga
berasal dari tindak pidana korupsi dan tidak bertumpuh lagi kepada jaksa penuntut umum, maka diharapkan dapat menjadi
solusi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut sebab perampasan terhadap harta benda terdakwa dapat
dilakukan jika terdakwa tidak dapat membuktikan delik korupsi yang didakwakan kepadanya.