Abstract:
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi
kegagalan Advokasi Greenpeace dalam mendorong ratifikasi AATHP, pada studi kasus
kebakaran hutan di Riau. Greenpeace juga telah berhasil mendorong perusahaan besar
seperti Procter dan Gamble, Nestle dan Unilever untuk membersihkan rantai pasokan
mereka, sementara produsen dan pengecer seperti Wilmar International, Golden Agri
Resources dan Asia Pulp dan Paper menunjukkan bagaimana larangan deforestasi dapat
dilakukan dan mulai diterapkan. Namun upaya tersebut belum mampu secara maksimal
mencapai tujuan dari AATHP. Hal ini tergambarkan bahwa dalam beberapa tahun sejak
dimulainya inisiatif terhadap AATHP, Karhutla masih terjadi, tepatnya pada bulan juni
2013 terjadi karhutla di provinsi Riau dan menimbulkan efek berupa kabut asap yang
begitu besarnya menimbulkan dampak lintas Negara. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah
Studi Pustaka yaitu mengumpulkan data dengan cara menelusuri berbagai literatur buku,
skripsi, jurnal, artikel maupun berita dari situs internet yang relevan dengan topik
penelitian. Penulis menggunakan konsep Transnational Advocacy Network. Adapun
Greenpeace dalam melakukan kegiatan advokasinya terkait AATHP dan Karhutla Riau
terbukti hanya dapat menjalankan satu dari tiga model strategi yang ada dalam
Transnasional Advocacy Network, yaitu model information politicsnya sedangkan
terhadap symbolic politics dan leverage politics tidak optimal.