Abstract:
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian normatif empiris, jenis data
yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder, data primer diperoleh
langsung melalui informasi dengan menggunakan teknik wawancara di Kejaksaan
Negeri Makassar, Ikatan Dokter Indonesia Cabang Makassar, UPT PPA Prov Sulsel, Puskesmas Bangkala, Kantor AAS & Partner Law Firma Sedangkan data
sekunder diperoleh dari penelitian kepustakan dengan memperlajari buku-buku,
perundang-undangan, dan jurnal yang berhubungan dengan skirpsi ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) pertama, pelaku merupakan
seseorang yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kekerasan
seksual terhadap anak sebagaimana pada Pasal 76D (residivis). kedua, pelaku
menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat,
gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi,
dan/atau korban meninggal dunia, ketiga, tindakan kebiri kimia dikenakan kepada
pelaku yang telah berkekuatan hukum tetap. keempat, pelaksaan kebiri kimia
disertai dengan rehabilitasi meliputi rehabilitasi psikiatrik, rehabilitasi sosial,
rehabilitasi medik. kelima, pelaku kekerasan seksual bukanlah seorang anak.
keenam, pelaku harus melalui tiga tahapan penilaian klinis, kesimpulan dan
pelaksanaan. penilaian yaitu penilaian klinis meliputi wawancara klinis dan
wawancara psikiatrik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. ketujuh,
dilakukan di rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk.
kedelapan, pendanaan tindakan kebiri kimia bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). kesembilan, pelaksaan tindakan kebiri kimia di bawah pengawasan
kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum, sosial,
dan kesehatan (2) Kendala penerapan hukuman kebiri kimia terhadap pelaku
kekerasan seksual pada anak yaitu penolakan Organisasi Ikatan Dokter Indonesia
(IDI) sebagai Eksekutor Kebiri Kimia, belum tersedianya peraturan turunan yang
lebih rinci dari PP Nomor 70 tahun 2020, dan belum jelasnya rincian anggaran
dari besarnya biaya yang dibutuhkan.